Kyosho Jutaku, Kehidupan Mewah di Tiny House Jepang
Orang-orang Jepang sudah
lama hidup di kota yang padat penduduk dan memiliki lahan yang sempit. Sehingga
dengan rumah-rumah yang begitu sederhana seorang pejabat Eropa pernah mencemooh
mereka seperti kawanan kelinci. Namun dalam beberapa tahun terakhir, arsitek
Jepang telah berlomba-lomba merancang rumah-rumah yang unik dan menakjubkan
secara visual di sebidang tanah yang sangat sempit. Dalam prosesnya, mereka
juga mendefinisikan ulang aturan desain rumah. Beberapa orang Amerika akan
menganggap lahan yang luas sebagai tempat yang memadai untuk membangun rumah.
Tapi di Jepang, rumah dibangun di bidang tanah yang sempit, sekitar 300 kaki
persegi.
Melakukan sesuatu yang lebih dalam keterbatasan
Kebutuhan untuk melakukan
sesuatu lebih banyak dengan ruang sempit telah memicu tren dalam desain rumah
yang sangat lucu dan unik. Salah satu perancang “kyosho jutaku” atau rumah
ultra-kecil dari Jepang, salah satunya yaitu arsitek Tokyo Yasuhiro Yamashita. "Jika
Anda mencoba membangun rumah yang normal di sebidang tanah super kecil, itu
akan menjadi sangat sempit sehingga untuk membuat rumah seluas mungkin, kita
harus memikirkan struktur dan rancangan yang baru," ujar Yamashita.
Rumah ultra-kecil
menghemat ruang dengan membuang elemen konvensional seperti lorong, dinding
dalam dan lemari – lemari besar. Lemari dalam berbagai bentuk dan ukuran,
tersebar di dinding, atau tersembunyi. Sebuah kamar mandi dipisahkan hanya
dengan tirai. Perabotan bisa dilipat ke dinding, memungkinkan satu ruangan berubah
menjadi ruang multifungsi. Saat mendesain Tiny House unik di Jepang, desainer terlarut
dalam fantasi, seperti dinding asimetris, lantai kantilever, atau menutupi
rumah mereka dengan sekat tembus pandang, untuk memanfaatkan semua cahaya alami
yang ada.
Yamashita membangun rumah
futuristik yang tinggi, ramping, seperti cathedral di atas tanah seluas 40
kaki, dan menamakannya "Lucky Drops." "Lucky Drops' dibangun di
atas tanah yang sangat panjang namun sempit. Jadi cahaya bisa masuk hanya dari
langit-langit," kata Yamashita. "Semua
cahaya datang dari atas, jadi seluruh rumah menjadi seperti lentera kertas
Jepang."
Tiang di Tiny House yang
unik dibangun dengan teknologi desain dan material baru, 2/3 lebih hemat untuk harga rumah yang dibuat sendiri. Sehingga
membuat rumah-rumah ini terjangkau bagi lajang maupun pasangan kelas menengah
kebawah.
Minoru dan Aki Ota, pasangan berusia 30-an, tinggal di rumah yang dibangun kurang dari 500 kaki persegi. Dinding, lantai dan bahkan meja dapur seluruhnya terbuat dari beton pracetak. "Kami tidak tertarik dengan rumah besar di pinggiran kota. Kami senang memiliki Tiny House yang nyaman di pusat kota yang ternyata nyaman untuk ditinggali oleh dua orang dan terasa luas "Kata Minoru Ota. Rumah itu memiliki jendela sempit di lantai bawah, ditempatkan secara strategis untuk menampakkan pemandangan, dan cahaya bisa masuk ke dalam rumah.
Aki Ota mengatakan bahwa
rumah tersebut juga terbukti lebih hangat dari yang mereka harapkan.
Azby Brown, pengarang dari
The Very Small Home: Japanese
Ideas for Living Well in Limited Space,
mengatakan bahwa fenomena tersebut berdampak besar pada budaya populer Jepang. "Dimana
bentuk rumah ini sangat tidak biasa, asimetris, nampaknya tidak seimbang atau
miring karena ada ruangan yang perlu disediakan untuk fungsi tertentu,"
kata Brown. Trik jenius dari perancangan
rumah ultra kecil adalah penggunaan trik
visual yang membuat ruang kecil tampak lebih lapang.
Berpikir 3-D
"Orang cenderung
memikirkan rumah hanya dalam hal luasnya ruang. Kami arsitek berpikir dalam bentuk
3-D," kata Yamashita. "Dengan menggunakan ketiga dimensi ini, kita
bisa membuat ruang terlihat lebih besar, dan lebih fungsional. Hal ini menjadi
lebih mudah untuk membawa cahaya dan udara masuk ke dalam rumah." Rumah-rumah
mewah super kecil mungkin tampak kontroversial bagi kebanyakan orang Amerika,
yang mengukur luas rumah mereka di ribuan kaki, bukan ratusan. "Kami
adalah orang yang lebih besar secara fisik daripada orang Jepang, kami
cenderung membutuhkan lebih banyak ruang, kami kurang nyaman dalam beberapa
posisi duduk, seperti duduk di lantai daripada kebanyakan orang Jepang. "Kata
Brown. Namun Brown, yang telah berpengalaman mengajar tentang perencanaan di
kota New York, mengatakan bahwa teknik arsitektur di Jepang dapat memberi
pelajaran tentang bagaimana membuat penghuninya nyaman tinggal di kota yang
padat penduduknya.
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan komentar kami akan segera membalas